Sejarah Bergabungnya Kabupaten Purwokerto dan Banyumas
Infopwt - Penggabungan Kabupaten Purwokerto ke dalam Kabupaten Banyumas adalah momen penting dalam sejarah administratif Jawa Tengah. Keputusan ini tercatat secara resmi pada masa pemerintahan kolonial Belanda melalui Staatsblad tahun 1935 Nomor 631 dan 632. Kebijakan penghapusan dan penggabungan beberapa kabupaten pada masa itu didorong oleh kebutuhan efisiensi administrasi dan alasan geografis yang kuat.
Latar Belakang Penghapusan
Pada 1935, pemerintah Hindia Belanda melakukan penataan ulang wilayah yang melibatkan penggabungan kabupaten-kabupaten kecil. Kabupaten Purwokerto termasuk salah satu yang akhirnya dileburkan. Saat itu, jabatan bupati dipegang oleh RAA Tjokroadisurjo, yang telah berusia lanjut. Sebelum penggabungan benar-benar diberlakukan, beliau memilih mengundurkan diri—menandai berakhirnya status Purwokerto sebagai kabupaten mandiri.
Motivasi Ekonomi dan Administratif
Salah satu alasan utama penggabungan adalah upaya untuk mengurangi beban pengeluaran pemerintahan kolonial. Pemerintah mencari cara mengefisienkan biaya administrasi, terutama di wilayah Banyumas. Pada periode itu muncul juga gagasan untuk memindahkan pusat pemerintahan dari Banyumas ke Purwokerto, yang diusulkan oleh tokoh lokal—ayah dari PA Gandasoebrata—yang merupakan anggota Volksraad.
Alasan Geografis
Faktor geografis menjadi argumen kuat. Kota Banyumas kerap dilanda banjir akibat luapan Sungai Serayu, sehingga aktivitas pemerintahan sering terganggu. Purwokerto, yang berada di dataran lebih tinggi, dianggap lebih aman dan praktis sebagai pusat administrasi. Dukungan datang dari Residen Banyumas saat itu, Henri George François van Huls (1890–1953), termasuk persetujuan untuk memindahkan Pendopo Sipanji—bangunan bersejarah warisan RT Judanegara III—ke Purwokerto.
Peran Infrastruktur
Pada akhir abad ke-19, pembangunan jalur kereta api oleh perusahaan Belanda SDS menjadikan Purwokerto sebagai titik penting dalam jaringan transportasi. Ketersediaan jalur ini mendorong perkembangan ekonomi dan arus barang serta penumpang. Kota Banyumas, yang tidak dilintasi jalur utama, mengalami keterbelakangan relatif sehingga kalah bersaing dengan Purwokerto.
Hasilnya, Purwokerto berkembang sebagai pusat administrasi dan ekonomi Banyumas. Statusnya sempat meningkat menjadi Kota Administratif (1983–2003) sebelum akhirnya kembali menjadi bagian dari Kabupaten Banyumas, dan kini menjadi pusat pemerintahan kabupaten tersebut.
